Kamis, 30 Juli 2015

Teknik dasar massage posisi duduk

A.    Teknik dasar massage posisi duduk
Posisi duduk yang lebih baik adalah pantat diletakkan pada alas kursi, sedangkan pinggang-punggung pada kondisi bersandar. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan rileks, dan tidak ada bagian tubuh yang kontraksi sedikitpun.
Tempat duduk yang baik adalah bangku masase, tetapi jika tidak ada dapat memakai kursi biasa yang kerangkanya memenuhi syarat secara otomatis, dan sikap masseur/masseuse pada saat memasase dalam posisi berdiri.








DAFTAR  PUSTAKA
Ø  Rahim . S.A. dr, Massage Olahraga, Pustaka Merdeka Cet I,1987
Ø  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sport Massage, Dit. Jen. Pendidika Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I Dip. Tahun 1980/1981
Ø  Basoeki Hadi. Drs, Sulistyorini.Drs. M.Pd,2009, Sport Massage seni pijat untuk atlit/olahragawa dan umum.Tingola:Jakarta
Ø  chichibernardus. 2008. Pijat Sport. http://www.chichibernardus.com. 06 agustus


Teknik Dasar Manipulasi Stroking (Mengurut) pada massage

A.    Teknik Dasar Manipulasi Stroking (Mengurut)
Manipulasi ini dimaksudkan untuk mempengaruhi syaraf-syaraf vegetatif pada jaringan-jaringan di bawah kulit dan mencari atau mengetahui kelainan-kelainan jaringan. Adapun tujuannya adalah untuk melemaskan jaringan sehingga sirkulasi darah dan pertukaran zat menjadi baik.


sumber: http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1810641/URLTEENAGE


Biasanya dilakukan dengan menggunakan ibu jari, kedua ujung jari, tiga jari atau ke empat ujung jari yang dirapatkan kemudian dengan tekanan menggerakkan jari-jari tersebut menyusur diantara kanan dan kiri tulang belakang (inter vertebrae), antar otot (inter musculair), antar iga (inter costae), dst.
Manipulasi ini juga merupakan teknik masase pengobatan yaitu untuk menemukan kelainan-kelainan berupa pengerasan-pengerasan otot (miogelosen), ketegangan-ketegangan atau benjolan-benjolan pada otot tersebut.
Pengaruh mekanis adalah aksi Stroking dalam melemaskan jaringan sehingga sirkulasi darah dan pertukaran zat menjadi lancer dan baik. Pengaruh fisiologis yaitu mempengaruhi syaraf vegtatif (syaraf tak sadar) pada jaringan-jaringan di bawah kulit.

1.      Stroking pertama pada otot-otot bagian atas pantat (di atas crista iliaca)
Dengan mempergunakan tangan kiri, ujung-ujung jari telunjuk, tengah dan manis yang merapat diatas crista iliaca sebelah kanan, dimulai dari segment l5 kanan menuju ke spina iliaca anterior superior (sias)sebelah kanan, dosis 5 kali.
2.      Stroking kedua pada otot bagian tengah pantat.
Dengan mempergunakan sikap tangan seperti pada musculus gluteus maximus sebelah kanan, dimulai dari antara segmeng s1-s2 kanan menuju ke sias kanan, dosis 5 kali.
Stroking ketiga pada otot-otot bagian bawah pantat, dengan mempergunakan tangan kanan, ujung-ujung jari telunjuk, tengah dan manis yang merapat, pada musculus gluteus maximus kanan, dimulai dari segment s2-s3 kanan menuju ke sias kanan.
Berdasarkan dalamnya tekanan pelaksanaan stroking di bagi menjadi dua macam pegangan, yaitu :
a.      Superficial Stroking
Manipulasi ini merupakan elusan lembut pada permukaan kulit sehingga mempunyai pengaruh menenangkan (sadatif). Arah gerakan tidak tertentu, biasanya dilakukan dengan telapak jari atau telapak tangan, manipulasi ini biasa dipakai untuk memulai atau mengakhiri acara massage.
b.      Deep Stroking
Manipulasi ini terdiri atas gerakan mengurut atau menggerus kearah pusat (centripetal) secara kontinyudengan tekanan yang lebih dalam.
Bentuk Pegangan Stroking ada 3 macam, yaitu :
1.      Palmar (dengan telapak tangan). Jari-jari harus rapat kecuali ibu jari. Seluruh permukaan telapak tangan harus kontak dengan permukaan kuli.
2.      Digital (dengan ujung atau telapak jari tangan. Manipulasi ini dikerjakan dengan satu, dua atu seluruh jari tangan.
3.      Knuckle (kepalan). Dipergunakan terutama untuk otot-otot yang tebal dan keras.



DAFTAR PUSTAKA
Ø  Rahim . S.A. dr, Massage Olahraga, Pustaka Merdeka Cet I,1987
Ø  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sport Massage, Dit. Jen. Pendidika Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I Dip. Tahun 1980/1981
Ø  Basoeki Hadi. Drs, Sulistyorini.Drs. M.Pd,2009, Sport Massage seni pijat untuk atlit/olahragawa dan umum.Tingola:Jakarta
Ø  chichibernardus. 2008. Pijat Sport. http://www.chichibernardus.com. 06 agustus
Ø  Nurdiansyah, bambang. 2011. Sport Massage (Online), (http://blog.uny.ac.id/faidillahkurniawan/2010/08/31/ekstra-kurikuler-sebagai-wahana-pembentukan-karakter-siswa-di-lingkungan-pendidikan-sekolah/), diakses 25 Januari 2013.
Ø  Yanuar. 2011. Massage (Online), (http://newfeedscapricorneus.blogspot.com/2011/10/massage.html), diakses 25 Januari 2013.
Ø  Elang. 2010. Sekilas tentang Massage (Online), (http://tumoutou.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=16), diakses 25 Januari 2013.



Posisi Manipulasi Massage Posisi Telungkup dan Telentang

A.    Teknik Dasar Manipulasi Massage Posisi Telungkup
Posisi tidur telungkup yang baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada bantal dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Jika terdapat bangku masase yang lebih modern, biasanya posisi kepala diletakkan pada bagian yang berlubang dengan hiasan dibawah sebagai penyegar pandangan (misalnya : bunga segar yang diletakkan di baskom).



sumber: http://hailadies.blogspot.com/

Posisi lengan yang di samping badan hendaknya jangan sampai terkulai ke bawah, karena akan banyak darah yang mengalir ke lengan sehingga terjadillah pembendungan. Oleh karena itu lengan diletakkan di samping badan, dengan jari-jari serta telapak tangan menghadap ke atas.
Untuk menjaga agar kaki bawah (sendi pergelangan  kaki : engkel) tidak terlalu bengkok yang menyebabkan rasa sakit berilah alas dengan guling di bawah kura-kura kaki. Jika ada pasien yang bentuk badannya tinggi dapat digunakan cara yaitu meletakkan kakinya pada tepi bangku masase dengan diberi alas bantal tipis atau handuk yang dilipat, dan apabila pada posisi telungkup ada pasien yang merasa sakit pada daerah lutut, berilah alas berupa handuk atau bahan lain, sehingga tempurung lutut akan terlindungi.
Lakukan teknik manipulasi massage  dengan cara menggabungkan tehnik gerusan  friction dan gosokan effleurage, pada otot hamstring ke arah atas.
Lakukan teknik manipulasi massage dengan cara menggabungkan tehnik gerusan friction dan gosokan effleurage, pada ligamen sendi lutut bagian belakang ke arah atas.
Lakukan teknik manipulasi massage  dengan cara menggabungkan tehnik gerusan friction  dan gosokan effleurage , pada otot gastronemeus ke arah atas.
                                                                             
Cara manupulasi massage dengan posisi tidur telungkup yaitu:
a.       Lakukan manipulasi massase dengan menekan titik pada pangkal paha bagian luar. Lakukan beberapa detik agar lebih maksimal.
b.      Lakukan manipulasi massase dengan menekan titik pada ujung otot hamstring di atas ligament lutut.
c.       Lakukan manipulasi massase dengan menekan titik pada ujung otot gastrocnemius beberapa saat.
d.      Lakukan manipulasi massase dengan menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluerage), pada otot gastrocnemius ke arah atas.

B.      Teknik Dasar Manipulasi Massage Posisi tidur terlentang
Untuk memasase tubuh bagian depan, maka posisi pasien harus tidur telentang dan lengan diletakkan di samping badan. Letakkan bantal yang tidak terlalu tinggi di bawah kepala dan guling atau gulungan handuk di bawah lutut untuk menghindari rasa sakit pada saat melakukan tekanan pada paha bagian depan (quadriceps).
Lakukan tehnik masasse manipulasi massage dengan cara menggabungkan tehnik gerusan friction dan gosokan pada otot Quadriceps Femoris ke arah atas.
Lakukan tehnik masase manipulasi massage dengan cara menggabungkan tehnik gerusan friction dan gosokan effleurage, pada samping lutut / ligamen lutut pada bagian dalam dan luar.
Lakukan tehnik manipulasi massage dengan cara menggabungkan tehnik gerusan  friction  dan gosokan effleurage, pada otot-otot fleksor / otot gastronemeus bagian depan ke arah atas.


sumber:  http://ariaintegrativehealth.com/project/massage/


Cara manupulasi massage dengan posisi tidur terlentang yaiut:
a.       Lakukan teknik manipulasi massage dengan menekan titik pada pangkal paha bagian luar dan dalam. Lakukan beberapa detik agar lebih maksimal.
b.      Lakukan teknik  manipulasi massage dengan menekan titik pada samping lutut/ligamen lutut pada bagian luar dan dalam. Lakukan beberapa saat agar lebih maksimal.
c.       Lakukan gerakan manipulasi massase dengan menekan titik pada ujung otot gastrocnemius beberapa saat.
d.      Lakukan gerakan  manipulasi massase dengan menggabungkan teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluerage), pada otot-otot fleksor/otot gastrocnemeus bagian depan ke arah atas dengan posisi lutut diluruskan kembali.








DAFTAR  PUSTAKA
Ø  Rahim . S.A. dr, Massage Olahraga, Pustaka Merdeka Cet I,1987
Ø  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sport Massage, Dit. Jen. Pendidika Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I Dip. Tahun 1980/1981
Ø  Basoeki Hadi. Drs, Sulistyorini.Drs. M.Pd,2009, Sport Massage seni pijat untuk atlit/olahragawa dan umum.Tingola:Jakarta
Ø  chichibernardus. 2008. Pijat Sport. http://www.chichibernardus.com. 06 agustus
Ø  Nurdiansyah, bambang. 2011. Sport Massage (Online), (http://blog.uny.ac.id/faidillahkurniawan/2010/08/31/ekstra-kurikuler-sebagai-wahana-pembentukan-karakter-siswa-di-lingkungan-pendidikan-sekolah/), diakses 25 Januari 2013.


Sabtu, 25 Juli 2015

Teknik Dasar Manipulatif Walken (Menggosok Melintang Otot) pada massage

A.    Teknik Dasar Manipulatif Walken (Menggosok Melintang Otot)
Manipulasi walken diberikan pada daerah-daerah yang lebar. Pelaksanaanyan hamper sama dengan effleurage, tetapi dilakukan dengan melintang otot dengan menyusur panjangnya otot. Walken selalu dikerjakan dengan kedua tangan dan jari-jari rapat. Gosokan kedua tangan dilakukan dengan arah yang berlawanan, satu menarik dan yang satu mendorong, arahnya naik menuju jantung.


                        sumber: http://bungas-barubelajar.blogspot.com/2012/02/manipulasi-massage-pada-15-cabang-olah.html

Pengaruh mekanis adalah aksi walken dalam membantu pemanasan badan (warming up) dan sebagai manipulasi untuk mendeteksi kelainan-kelainan akibat cedera. Pengaruh fisiologis adalah memberikan rangsangan pada persyaratan dan jaringan di bawah kulit.
Pegangan ini dikerjakan dengan dua tangan. Misalnya tangan kiri berada pada bagian proksimal, memegang otot dengan ibu jari dan jari-jariyang lain terpisah. Tangan kanan memegang otot tadi pada bagian ditaldengan posisi ibu jari berada di antara telunjuk dan ibu jari tangan kiri. Tangan kiri lebih dulu melakukan pijatan dan sementara itu juga tangankanan melakukan pijatan dengan ibu jari. Tangan kiri kendur dan menggeser keatas dan melakukan pijatan lagi yang kemudian diikuti tangan kanan.
Merupakan variasi dari manipulasi effleurage. Hanya digunakan untuk daerah-daerah tertentu, seperti pinggang, punggung, dengan maksud untuk lebih menyempurnakan pengambilan sisa-sisa pembakaran oleh darah dan segera dapat dibawa ke jantung.
Upaya gerakan tangan menggosokkan dengan menggunakan seluruh tapak tangan dan jari-jari, bergerak maju mundur bergantian antara tangan kanan dan kiri. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka tekanan gosokkan harus cukup kuat, otot- otot benar- benar tertekan dan terperas.

Manipulasi walken diberikan sesudah friction, dimana banyak sisa pembakaran yang terdorong keluar sesudah terjadinya gerakan gusuran.






DAFTAR PUSTAKA
Ø  Rahim . S.A. dr, Massage Olahraga, Pustaka Merdeka Cet I,1987
Ø  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sport Massage, Dit. Jen. Pendidika Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I Dip. Tahun 1980/1981
Ø  Basoeki Hadi. Drs, Sulistyorini.Drs. M.Pd,2009, Sport Massage seni pijat untuk atlit/olahragawa dan umum.Tingola:Jakarta
Ø  chichibernardus. 2008. Pijat Sport. http://www.chichibernardus.com. 06 agustus
Ø  http://pairinpay.blogspot.com/2011/05/manipulasi-massage.html




Teknik dasar manipulatif shaking dan tapotement ( Pukulan) pada massage

A.    Teknik dasar manipulatif shaking dan tapotement ( Pukulan)
a.      Tapotament ( Pukulan)
Manipulasi ini sering digunakan pada masase olahraga, yaitu gerakan pukulan ringan dan berirama dengan jari-jari tangan, telapak tangan atau kepalan. Dapat juga dilakukan secara mekanis atau dengan bantuan alat yang digerakan tangan atau listrik. Yang sering digunakan dan lebih baik adalah manipulasi “mencincang”, yang dilakukan oleh jari-jari kedua belah tangan dengan jarak yang cukup berdekatan. Gerakan dilakukan dengan irama hidup (irama yang bersemangat), sesuai dengan keadaan dan tidak terputus-putus. Sikap tangan dapat berupa setengah mengepal, jari-jari terbuka, dengan punggung jari-jari atau dengan membentuk tangan seperti mangkuk (cupping). Biasanya tapotement diberikan di daerah pinggang-punggung dan pantat, tetapi boleh juga diberikan di tempat lain apabila diperlukan. Dalam olahraga, manipulasi ini dipergunakan sebagai masase pemanasan dan pengembalian pulihnya fisik ke keadaan semula.




Pengaruh mekanis dari aksi tapotement, yang dilakukan dengan irama cepat akan menimbulkan warna merah dan rasa panas yang berarti mengalirnya darah lebih banyak pada daerah yang dimasase. Pengaruh fisiologis yang ditimbulkan dari manipulasi pukulan adalah meningkatkan peredaran darah arteri terutama pada jaringan otot, menimbulkan kontraksi otot (idiomuskuler) sehingga dapat membantu kelancaran pertukaran zat dalam tubuh.
Pukulan secara beruntun dan berirama dengan menggunakan pisau tangan, kepalan tangan atau menguncupkan kedua telapak tangan. Tujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan pengeluaran nafas (ekspirasi), meningkatkan syaraf vasomotor, menimbulkan suara khas teknik sport massage dan teknik ini jangan diberikan pada otot yang terasa nyeri atau post traumatic.

b.      Shaking  (Goncangan)
Shaking merupakan salah satu teknik dasar pada massage dimana dengan cara mengoncang- goncangkan telapak tangan di permukan kulit untuk menbuat otot- otot menjadi lebih kendor.
Shaking atau menggoncang adalah prosedur masase yang juga sering dipakai untuk membantu para olahragawan agar otot-ototnya menjadi kendor, sehingga memudahkan sirkulasi darah.
Pelaksanaanya adalah dengan jari-jari membengkok, misalnya bagian bawah dan atas  pada bagian yang berotot, lengan atas dan lengan bawah, paha atau betis yang dilakukan dengan gerakan-gerakan ke samping, ke atas dan ke bawah. Manipulasi dilakukan dengan irama yang hidup serta tangan berpindah-pindah dan berdekatan.



Pengaruh mekanis dari manipulasi shaking adalah jika dilakukan dengan baik, goncangan ini akan melemaskan otot-otot dan menambah fleksibilitas jaringan-jaringan. Pengaruh fisiologis adalah merangsang dan memberikan desakan ke dalam, terutama pada organ tubuh bagian perut dan dada, serta mengendurkan, melemaskan, dan mengulur bagian lunak yang menyebabkan lancarnya peredaran darah dan meningkatkan kerja syaraf.
Menggoncang-goncangkan sekelompok otot dengan pisau tangan atau dengan telapak tangan secara berurutan antara tangan kanan dan kiri.Bertujuan untuk merelaksasikan otot, merangsang syaraf motorik, mempercepat aliran darah, dan sangat efektif untuk mengatasi kram otot.







DAFTAR PUSTAKA
Ø  Rahim . S.A. dr, Massage Olahraga, Pustaka Merdeka Cet I,1987
Ø  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sport Massage, Dit. Jen. Pendidika Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I Dip. Tahun 1980/1981
Ø  Basoeki Hadi. Drs, Sulistyorini.Drs. M.Pd,2009, Sport Massage seni pijat untuk atlit/olahragawa dan umum.Tingola:Jakarta

Ø  chichibernardus. 2008. Pijat Sport. http://www.chichibernardus.com. 06 agustus

Jumat, 24 Juli 2015

Validitas dan macam- macam validitas

A.    Pengertian Validitas
Validitas merupakan suatu keadaan yang menggambarkan ketepatan dan kesahihan pada suatu instrument yang  digunakan alam suatu penelitian.
 Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan. Adapun validitas menurtut para ahli yaitu sebagai berikut:
Ø  Menurut Gronlund dan Linn (1990): Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi
Ø  Menurut Anastasi (1990): Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut; “What the test measure and how well it does”
Ø  Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.
Ø  Menurut Sukadji (2000): Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ø  Menurut Azwar (1986):Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya.
Ø  Menurut Sugiyono (2006) Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian.
Untuk menguji validitas setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor totalnya. Skor tiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total dinyatakan sebagai skor Y, dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir soal, dapat diketahui butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks validitasnya (Arikunto, 1999: 78). Masalah validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Validitas suatu instrumen selalu bergantung kepada situasi dan tujuan khusus penggunaan instrumen tersebut. Suatu tes yang valid untuk suatu situasi mungkin tidak valid untuk situasi yang lain. Maka dari itu, dikenal beberapa macam validitas, yaitu :
a.      Validitas Isi
Menurut Djaali dan Pudji (2008)  validitas dibagi menjadi 3 yaitu:
1.      Validitas isi (content validity)
Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu, wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa validitas isi sebenarnya mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau sub-pokok bahasan seperti tercantum dalam kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran(GBPP).
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Ø  Face Validity (Validitas Muka)
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Ø  Logical Validity (Validitas Logis)
Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, seperti materi/bahan yang dipakai sebagai alat evaluasi juga merupakan sampel representattif dari pengetahuan yang harus dikuasai. Dengan menggunakan kisi-kisi dan format penulisan soal, keseluruhan soal yang disajikan dalam alat evaluasi akan merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan siswa yang akan diuji. Apabila soal evaluasi tersusun dari bahan-bahan diluar materi yang diajarkan maka soal tersebut tidak valid menurut validitas isi. Agar soal yang dibuat memiliki validitas isi yang baik, haruslah memperhatikan hal-hal berikut ini, yaitu :
Ø  Bahan evaluasi merupakan sampel representatif untuk mengukur seberapa jauh tujuan dapat tercapai
Ø  Titik berat bahan yang diujikan harus berimbang dengan titik berat bahan dalam kurikulum
Ø  Untuk mengerjakan evaluasi tidak diperlukan pengetahuan bahan yang belum diajarkan.

Validitas isi menunjukkan sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki. Dalam menilai validitas isi suatu instrumen, kita berkepentingan dengan masalah seberapa jauh isi instrumen itu mencerminkan seluruh universum isi yang diukur? Agar dapat memiliki validitas isi, suatu ukuran harus secara memadai menarik sampel topik maupun proses kognitif yang terdapat di dalam universum isi bidang yang sedang diteliti. Tentu saja universum isi semacam itu bersifat teoritis. Akan tetapi, kita dapat membuat suatu kerangka atau kisi-kisi topik, kecakapan, dan kemampuan yang merupakan wilayah isi yang sedang diukur, disertai petunjuk tentang pentingnya tiap-tiap wilayah itu. Butir-butir tes dapat ditulis berdasarkan kerangka ini sebagai pedoman.   Validitas isi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Pengesahan ini pada dasarnya dan terpaksa didasarkan pada pertimbangan, dan pertimbangan tersebut harus dilakukan secara terpisah untuk setiap situasi. Peneliti harus selalu menilai validitas isi dari tes hasil belajar buatan sendiri maupun baku yang akan dipakai dalam penyelidikannya.

b.      Validitas empiris ( kriteria)
Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal, sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
Ø  Validitas internal
Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen itu. Dengan demikian validitas internal mempermasalahkan validitas butir atau item suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur instrumen tersebut sebagai suatu kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga validitas butir.
Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan menghitung koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes dengan skor total instrumen atau tes. Butir atau soal yang dianggap valid adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya mempunyai koefesien korelasi yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.

Ø  Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).
*      Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas dua macam yaitu:Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah adalah ukuran atau penampilan masa yang akan datang.
*      Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.
Validitas yang dikaitkan dengan kriteria menunjuk pada hubungan antara skor suatu instrumen pengukuran dengan suatu variabel (kriteria) luar yang mandiri dan dipercaya dapat mengukur langsung tingkah laku atau ciri-ciri yang diselidiki. Misalnya jika seseorang menyelidiki hubungan antara skor suatu tes bakat skolastik dengan indeks prestasi (IP) di perguruan tinggi maka itu berarti bahwa ia menyelidiki validitas es bakat tersebut yang dikaitkan dengan suatu kriteria. Dalam hal ini, kriteria tersebut adalah IP.
Validitas semacam ini lebih memberi tekanan kepada kriterianya, bukan kepada instrumen itu sendiri. Hal yang terutama diperhatikan adalah apa yang dapat diramalkan oleh instrumen tersebut, bukan isi tesnya. Berbeda dengan validitas isi, validitas yang dikaitkan dengan kriteria ini menggunakan teknik-teknik empiris untuk menyelidiki hubungan antara skor instrumen yang sedang dipersoalkan dengan kriteria luar. Ciri yang harus dimiliki oleh ukuran kriteria adalah relevansi. Kita harus menilai apakah kriteria yang dipilih itu benar-benar menggambarkan ciri-ciri yang tepat dari tingkah laku yang sedang diselidiki. Ciri yang kedua ialah bahwa suatu kriteria haruslah reliabel (dapat dipercaya). Ini berarti bahwa kriteria tersebut harus merupakan ukuran yang ajeg bagi atribut tersebut, dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi yang lain. Ciri ketiga hendaknya kriteria bebas dari bias. Artinya, pemberian skor pada suatu ukuran kriteria hendaknya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor selain penampilan sebenarnya pada kriteria itu. Setelah kriteria luar itu ditetapkan, maka data empiris pun dapat segera dikumpulkan untuk menilai hubungan antara skor pada instrumen pengukur dengan skor pada kriteria.

c.       Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Menurut Technical Recommendation (APA, 1954) dan Cronbach & Meehl (1955), validitas konstruk dihadirkan sebagai alternatif terhadap model kriteria maupun model isi, dan dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan di antara mereka. Cronbach & Meehl (1955; 282) mengatakan bahwa validitas konstruk kapanpun dicakup dalam suatu tes yang diinterpretasikan sebagai suatu ukuran dari beberapa atribut atau kualitas, yang adalah tidak didefinisikan secara operasional, dan pada atribut mana tidak memiliki kriteria yang cukup (1955; 299). Technical Recommendation (APA, 1954) dan Cronbach & Meehl (1955), keduanya telah membicarakan validitas konstruk sebagai satu tambahan terhadap model kriteria dan model isi dan tidak ada maksud mengesampingkan.
Cronbach & Meehl (1955; 282) mengatakan bahwa penetapan konstruk psikologik karena untuk performansi tes diperlukan sekali pada hampir setiap tes. Bahkan jika tes yang awalnya divalidasi menggunakan evidensi kriteria atau isi, perkembangan tentang pemahaman yang lebih dalam mengenai konstruk atau proses laporan untuk performansi tes memerlukan satu pertimbangan validitas konstruk. Sehingga Cronbach & Meehl (1955) menganjurkan bahwa validitas konstruk adalah pervasive, tetapi ia tidak hadir sebagai satu kerangka kerja yang mengatur secara umum untuk validitas.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.




DAFTAR PUSTAKA
Ø  Arikunto, S. (1997). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Ø  Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara



Acuan Penilaian dan Penentuan Penilaian

A.    Acuan Penilaian dan Penentuan Penilaian
Pengolahan nilai-nilai dapat dilakukan dengan mengacu kepada criteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal dengan adanya dua patokan yang umum dipakai Yaitu penilaian acuan patokan (criterion referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (norm referenced evaluation).

1.     Pengertian Penilaian Acuan Normative dan Penilaian Acuan Patokan
a.      Pengertian Penilaian Acuan Normative (PAN)
Ada begitu banyak pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Normatif diantaranya yaitu:
Ø  Acuan normatif merupakan elemen pilihan yang memeberikan daftar dokumen normatif yang diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan standar. Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat diperlukan dalam penerapan standar.
Ø  Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai penilaian acuan normatif (PAN).
Ø  PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu.
Ø  Penilaian Acuan Normatif (PAN) yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas / kelompok dipakai sebagai dasar penilaian.
Ø  PAN ialah penilaian yang  membandingkan  hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam  kelompoknya. Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan  komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan   peserta yang lain yang telah mengikuti tes.
Ø  Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar  siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif.
Ø  Penilaian acuan normative (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normative, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi.
Ø  Dari beberapa pengertian dapat di simpulkan bahwa PAN adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang  lain yang  termasuk dalam kelompok itu.
Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Normatif adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semat–mata diambil dari kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar mahasiswa yang diukur itu beserta pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasil–hasil pengukuran kelompok manusia.
PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil–hasil perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikut sertakan semua angka hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada didalam “kurve Normal”yang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing – masing mahasiswa ialah angka rata- rata (mean) dan angka simpanan baku (standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau kebawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh didalam kurve itu.
Dengan kata ain, patokan itu dapat berubah–ubah dari kurve normal yang satu ke “kurve normal” yang lain. Jika hasil ujian mahasiswa dalam satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang berbeda pula.
1.      Ciri-ciri Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ø  Tidak untuk menentukan kelulusan seseorang, tetapi untuk menentukan ranking siswa/mahasiswa dalam kelompok tertentu
Ø  Untuk memetakan perbandingan siswa/mahasiswa: Siswa/mahasiswa dinilai dan diberi ranking antara satu dengan lainnya
Ø  Menggarisbawahi perbedaan prestasi antarsiswa/mahasiswa
Ø  Hanya mengandalkan nilai tunggal dan peringkat tunggal
Ø  Penilaian didasarkan pada distribusi skor (kurva bel) dengan menggunakan satu rumus.

2.      Kelebihan Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ø  Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di pendidikan tinggi
Ø  Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok siswa/mahasiswa
Ø  Hasil kelompok tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk setiap tahun
Ø  Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah siswa/mahasiswa tertentu
Ø  Mendukung ide tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar

3.      Kekurangan Panilaian Acuan Norma (PAN)
Ø  Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa/mahasiswa: apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan
Ø  Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran
Ø  Tidak fair karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain
Ø  Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya
Ø  Tidak fair, khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat menyebarkan peringkat, memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi, dan menekan berbagai perbedaan
Ø  Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para mahasiswa

4.      Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda.
Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu kepada tujuan instruksional atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan instruksional khusus tersebut. Penilaian acuan norma adalah penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan kedudukan atau posisi seorang peserta didik di antara kelompoknya.
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil pengukuran secara langsung didasarkan pada standar performansi tertentu yang ditetapkan.
Penilaian berdasarkan acuan patokan ini digunakan apabila tujuan pengajaran secara khusus diarahkan untuk menguasai seperangkat kemampuan secara tuntas (mastery learning). Salah satu pertimbangan yang mendasari adalah beban kurikulum yang  bersifat statis, materi pokoknya relatif bersifat tegas.
Patokan yang dipakai sebagai kriteria hasil belajar merupakan standar tertentu yang ditetapkan. Hal itu bisa berupa ketercapaian tujuan pengajaran atau persentase penguasaan materi yang dinyatakan dengan jelas.
Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait. Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu.
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut “Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai atau bahkan melampai batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus” mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai “batas lulus” itu.
Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.
a.      Ciri-ciri Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Ø  Kelulusan seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu
Ø  Satu bentuk penilaian berbabsis kompetensi
Ø  Digunakan dalam belajar tuntas, semua komponen standar/tujuan pembelajaran (learning objectives/outcomes)/tujuan instruksional dikuasai
Ø  siswa/mahasiswa dinilai dengan kriteria yang telah ditentukan
Ø  Seringkali dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam test tertentu
Ø  Mengenali apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa/mahasiswa

b.      Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Ø  Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian (marking scheme)
Ø  Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria minimal
Ø  Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan
Ø  Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan
Ø  Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa/mahasiswa serta fokus pada pembelajaran
Ø  Lebih adil dan fair, karena siswa/mahasiswa diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya
Ø  Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan siswa/mahasiswa
Ø  Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi siswa/mahasiswa
Ø  Mengakui subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian nilai
Ø  Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri
Ø  Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran
Ø  Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa atau kelompok dalam proses pembelajaran.

c.       Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Ø  Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria dan standar
Ø  Berisiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan
Ø  Lebih menekankan hasil daripada proses
Ø  Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negative
Ø  Kadang akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat penilaian professional
Ø  Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria
Ø  Pikiran bahwa hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah, dan sebaliknya, pasti mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh ranking tinggi
Ø  Siswa/mahasiswa dapat mempertanyakan nilai mereka.


2.      Penentuan Penilaian
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung mampu melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik.

1.      Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika – matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80 %. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 % Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-rambu penilaian pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Ø  Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar,Jakarta: Erlangga:University Press,1986.
Ø  Bistok Sirait. Menyusun Tes Hasil Belajar. Semarang Press, 1985.
Ø  Atwi Suparman, Desain Instruksional, Jakarta: PAU ,1997.
Ø  MS, Sukardi. Ph.D, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, ( yogyakarta: PT.Bumi Aksara, 2008