A.
Pengertian Validitas
Validitas merupakan suatu keadaan yang menggambarkan
ketepatan dan kesahihan pada suatu instrument yang digunakan alam suatu penelitian.
Validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran
atau pengamatan. Adapun validitas menurtut para ahli yaitu sebagai berikut:
Ø Menurut Gronlund dan Linn (1990):
Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau
evaluasi
Ø Menurut Anastasi (1990): Validitas
adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut; “What the test measure and how
well it does”
Ø Menurut Arikunto (1995): Validitas
adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu
mengukur apa yang akan diukur.
Ø Menurut Sukadji (2000): Validitas
adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ø Menurut Azwar (1986):Validitas adalah
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya.
Ø Menurut Sugiyono (2006) Uji validitas
adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu
instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan
dalam suatu penelitian.
Untuk menguji validitas setiap butir
soal maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor
totalnya. Skor tiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total dinyatakan
sebagai skor Y, dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir soal, dapat
diketahui butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks
validitasnya (Arikunto, 1999: 78). Masalah validitas berhubungan dengan sejauh
mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang seharusnya diukur oleh
alat tersebut. Validitas suatu instrumen selalu bergantung kepada situasi dan
tujuan khusus penggunaan instrumen tersebut. Suatu tes yang valid untuk suatu
situasi mungkin tidak valid untuk situasi yang lain. Maka dari itu, dikenal
beberapa macam validitas, yaitu :
a. Validitas Isi
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Validitas isi (content validity)
Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu
tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang
seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata lain, tes yang
mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur
penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang
tercantum dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana
pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili
secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut.
Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang
seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus
dilakukan melalui penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes
itu sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang
seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu, validitas isi suatu
tes tidak memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi
dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh
karena itu, wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa
validitas isi sebenarnya mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan
suatu koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes
harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak
diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok
bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi)
masing-masing pokok atau sub-pokok bahasan seperti tercantum dalam kurikulum
atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran(GBPP).
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe,
yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Ø Face Validity (Validitas Muka)
Validitas
muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya
didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat
ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan
validitas muka telah terpenuhi.
Ø Logical Validity (Validitas Logis)
Validitas
logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas
tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari
aspek yang hendak diukur
Untuk
memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu
menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak
diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan
perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan
menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian
penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur
yang bersangkuatan.
Validitas isi suatu alat evaluasi
artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan,
seperti materi/bahan yang dipakai sebagai alat evaluasi juga merupakan sampel
representattif dari pengetahuan yang harus dikuasai. Dengan menggunakan
kisi-kisi dan format penulisan soal, keseluruhan soal yang disajikan dalam alat
evaluasi akan merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan siswa yang
akan diuji. Apabila soal evaluasi tersusun dari bahan-bahan diluar materi yang
diajarkan maka soal tersebut tidak valid menurut validitas isi. Agar soal yang
dibuat memiliki validitas isi yang baik, haruslah memperhatikan hal-hal berikut
ini, yaitu :
Ø Bahan evaluasi merupakan sampel
representatif untuk mengukur seberapa jauh tujuan dapat tercapai
Ø Titik berat bahan yang diujikan harus
berimbang dengan titik berat bahan dalam kurikulum
Ø Untuk mengerjakan evaluasi tidak
diperlukan pengetahuan bahan yang belum diajarkan.
Validitas isi menunjukkan sejauh mana
instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki. Dalam menilai validitas
isi suatu instrumen, kita berkepentingan dengan masalah seberapa jauh isi
instrumen itu mencerminkan seluruh universum isi yang diukur? Agar dapat
memiliki validitas isi, suatu ukuran harus secara memadai menarik sampel topik
maupun proses kognitif yang terdapat di dalam universum isi bidang yang sedang
diteliti. Tentu saja universum isi semacam itu bersifat teoritis. Akan tetapi,
kita dapat membuat suatu kerangka atau kisi-kisi topik, kecakapan, dan
kemampuan yang merupakan wilayah isi yang sedang diukur, disertai petunjuk
tentang pentingnya tiap-tiap wilayah itu. Butir-butir tes dapat ditulis
berdasarkan kerangka ini sebagai pedoman.
Validitas isi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Pengesahan ini
pada dasarnya dan terpaksa didasarkan pada pertimbangan, dan pertimbangan
tersebut harus dilakukan secara terpisah untuk setiap situasi. Peneliti harus
selalu menilai validitas isi dari tes hasil belajar buatan sendiri maupun baku
yang akan dipakai dalam penyelidikannya.
b. Validitas empiris ( kriteria)
Validitas empiris sama dengan
validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan berdasarkan
kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal
adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria
eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu
sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat
dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan
kriteria internal disebut validitas internal, sedangkan validitas yang
ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
Ø Validitas internal
Validitas
internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan
instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk
menentukan validitas item atau butir dari instrumen itu. Dengan demikian
validitas internal mempermasalahkan validitas butir atau item suatu instrumen
dengan menggunakan hasil ukur instrumen tersebut sebagai suatu kesatuan dan
sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga validitas butir.
Pengujian
validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan menghitung koefesien
korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes dengan skor total instrumen
atau tes. Butir atau soal yang dianggap valid adalah butir instrumen atau soal
tes yang skornya mempunyai koefesien korelasi yang signifikan dengan skor total
instrumen atau tes.
Ø Validitas eksternal
Kriteria
eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen yang
dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat
dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur.
Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil
perhitungan statistika. Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah
baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari
instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil
ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku yang
dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka
validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan
untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).
Ditinjau
dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas
dua macam yaitu:Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan
adalah adalah ukuran atau penampilan masa yang akan datang.
Validitas
kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau
penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.
Validitas yang dikaitkan dengan
kriteria menunjuk pada hubungan antara skor suatu instrumen pengukuran dengan
suatu variabel (kriteria) luar yang mandiri dan dipercaya dapat mengukur
langsung tingkah laku atau ciri-ciri yang diselidiki. Misalnya jika seseorang
menyelidiki hubungan antara skor suatu tes bakat skolastik dengan indeks
prestasi (IP) di perguruan tinggi maka itu berarti bahwa ia menyelidiki
validitas es bakat tersebut yang dikaitkan dengan suatu kriteria. Dalam hal
ini, kriteria tersebut adalah IP.
Validitas semacam ini lebih memberi
tekanan kepada kriterianya, bukan kepada instrumen itu sendiri. Hal yang
terutama diperhatikan adalah apa yang dapat diramalkan oleh instrumen tersebut,
bukan isi tesnya. Berbeda dengan validitas isi, validitas yang dikaitkan dengan
kriteria ini menggunakan teknik-teknik empiris untuk menyelidiki hubungan
antara skor instrumen yang sedang dipersoalkan dengan kriteria luar. Ciri yang
harus dimiliki oleh ukuran kriteria adalah relevansi. Kita harus menilai apakah
kriteria yang dipilih itu benar-benar menggambarkan ciri-ciri yang tepat dari
tingkah laku yang sedang diselidiki. Ciri yang kedua ialah bahwa suatu kriteria
haruslah reliabel (dapat dipercaya). Ini berarti bahwa kriteria tersebut harus
merupakan ukuran yang ajeg bagi atribut tersebut, dari waktu ke waktu dan dari
satu situasi ke situasi yang lain. Ciri ketiga hendaknya kriteria bebas dari
bias. Artinya, pemberian skor pada suatu ukuran kriteria hendaknya tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor selain penampilan sebenarnya pada kriteria itu.
Setelah kriteria luar itu ditetapkan, maka data empiris pun dapat segera
dikumpulkan untuk menilai hubungan antara skor pada instrumen pengukur dengan
skor pada kriteria.
c. Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut Djaali dan Pudji (2008)
validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh
item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai
dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Menurut Technical Recommendation
(APA, 1954) dan Cronbach & Meehl (1955), validitas konstruk dihadirkan
sebagai alternatif terhadap model kriteria maupun model isi, dan dalam hal-hal
tertentu terdapat kesamaan di antara mereka. Cronbach & Meehl (1955; 282)
mengatakan bahwa validitas konstruk kapanpun dicakup dalam suatu tes yang
diinterpretasikan sebagai suatu ukuran dari beberapa atribut atau kualitas,
yang adalah tidak didefinisikan secara operasional, dan pada atribut mana tidak
memiliki kriteria yang cukup (1955; 299). Technical Recommendation (APA, 1954)
dan Cronbach & Meehl (1955), keduanya telah membicarakan validitas konstruk
sebagai satu tambahan terhadap model kriteria dan model isi dan tidak ada
maksud mengesampingkan.
Cronbach & Meehl (1955; 282)
mengatakan bahwa penetapan konstruk psikologik karena untuk performansi tes
diperlukan sekali pada hampir setiap tes. Bahkan jika tes yang awalnya
divalidasi menggunakan evidensi kriteria atau isi, perkembangan tentang
pemahaman yang lebih dalam mengenai konstruk atau proses laporan untuk
performansi tes memerlukan satu pertimbangan validitas konstruk. Sehingga
Cronbach & Meehl (1955) menganjurkan bahwa validitas konstruk adalah
pervasive, tetapi ia tidak hadir sebagai satu kerangka kerja yang mengatur
secara umum untuk validitas.
Validitas konstruk biasa digunakan
untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep,
baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap,
minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan
lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk
mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan
emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk
suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep
dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan
dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item
instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari
teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis
dan komparasi yang logik dan cermat.
Validitas konstruk biasa digunakan
untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik
yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap,
minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan
lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk
mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan
emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk
suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep
dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan
dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item
instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari
teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis
dan komparasi yang logik dan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Arikunto, S. (1997). Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Ø Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar