A.
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian-
bagian pokok yang berada didalam program pendidikan dimana didalamnya
berhubungan dengan kegiatan fisik, psikologis, kesehatan, permainan dan
olahraga melalui pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini juga
dijelaskan dari pendapat beberapa para ahli yang menjelaskan sebagai berikut:
1.
Nixon
and Cozens (1963) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai
fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan
respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu
dari respons tersebut.
2.
Dauer
dan Pangrazi (1989) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari
program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui
pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap
anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan
harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak.
Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian
yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu
psikomotor, kognitif, dan afektif.
3.
Bucher,
(1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu
proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan
fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik,
neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional.
4.
Ateng
(1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan
mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
secara sederhana tujuan penjas meliputi
tiga ranah (domain) sebagai satu kesatuan, Tujuan tersebut merupakan pedoman
bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Untuk disadari oleh guru penjas
adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya
sebagai pelatih atau pengatur kegiatan. Misi pendidikan jasmani tercakup dalam
tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring
yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan
skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran
pengembangan domain psikomotor. Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut ,
guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan
dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Pendidikan jasmani berarti program
pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti
bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah
alat untuk mendidik. Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak
atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan,
permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk
mendidik. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional
dan sosial.
Pendidikan olahraga adalah pendidikan
yang membina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid
diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan
berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah “hasil”dari pembelajaran itu,
sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya
didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri-ciri pelatihan olahraga menyusup
ke dalam proses pembelajaran.
Adapun beberapa perbedaan antara
Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga antara lain yaitu:
Ø Pendidikan Jasmani
Sosialisasi
atau mendidik via olahraga
Menekankan
perkembangan kepribadian menyeluruh
Menekankan
penguasaan keterampilan dasar.
Ø Pendidikan Olahraga
Sosialisasi
atau mendidik ke dalam olahraga
Mengutamakan
penguasaan keterampilan berolahraga
Menekankan
penguasaan teknik dasar
a.
Landasan
Biologis Penjas
Penjas adalah disiplin yang
berorientasi pada tubuh, di samping berorientasi pada disiplin mental dan
sosial. Guru Penjas karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap
fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam
kegiatan pendidikan jasmani.
Potensi Manusia dan Prestasi menurut
Joseph W. Still telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti prilaku
fisikal dan intelektual manusia. Dalam penelitiannya, Still mengemukakan bahwa
keberhasilan manusia dalam pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal
maupun dalam prestasi intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat
digambarkan dalam bentuk sebuah kurva, dimana kurva itu bisa menaik dan biisa
menurun, sesuai dengan perjalanan usia manusia. Demikian juga dalam hal
pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang menunjukkan kurva kegagalan dalam
hal prestasinya.
Ciri-ciri perkembangan mental
menunjukkan puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda kemampuan
mengingat dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada
usia dua puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan menganalisis dan sintesis
suatu persoalan berakhir di usia pertengahan, sedangkan pada usia-usia
berikutnya berkembang kemampuan berfilsafat. Dalam hal itulah penjas yang baik
di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam
menjaga kemampuan biologis manusia. Dipandang dari sudut ini, penjas terikat
dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial dan spiritual manusia.
b.
Landasan
Psikologi Penjas
Penjas melibatkan interaksi antara
guru dengan anak serta anak dengan anak. Didalam adegan pembelajaran yang
melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling mengakui
dan menghargai keunikan masing-masing termasuk kelebihan dan kelemahannya.
Program penjas yang baik tentu harus dilandasi oleh pemahaman guru terhadap
karakteristik psikologis anak dan yang paling penting dalam hal sumbangan apa
yang dapat diberikan oleh program penjas terhadap perkembangan mental dan
psikologis anak.
Kata psikologi berasal dari kata-kata
Yunani psyche, yang berarti berjiwa atau roh, dan logos yang berarti ilmu.
Diartikan secara populer, psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu pikiran. Para
ahli psikologi mempelajari hakikat manusia secara ilmiah, dan untuk memahami
alam pikiran manusia, termasuk anak, termasuk cirri-ciri manusia ketika
belajar. Penjas lebih menekankan proses pembelajarannya pada penguasaan gerak
manusia. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kecendurangan dan hakikat
gerak. Jika dahulu para guru Penjas lebih bersandar pada teori belajar
behaviorisme, yang lebih melihat proses pembelajaran dari perubahan prilaku
anak, maka dewasa ini sudah diakui adanya keharusan untuk memahami tentang apa
yang terjadi di dalam diri anak keterampilan gerak yang ditunjang oleh
berkembangnya teori belajar kognitivisme.
c.
Dasar
Falsafah Penjas
Penjas merupakan suatu bagian yang
tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan
peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas
proses pendidikan di sekolah akan pincang. Sumbangan nyata penjas adalah untuk
mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi penjas menjadi unik
sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina
keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa
menjadi sumbangan unik dari pendidikan penjas, yaitu:
Ø Meningkatkan kebugaran jasmani dan
kesehatan.
Ø Meningkatkan terkuasainya
keterampilan fisik yang kaya.
Ø Meningkatkan pengertian siswa dalam
prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktik.
Untuk meneliti aspek penting dari
Penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu dipertimbangkan:
1.
Kebugaran
dan Kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai
melalui program penjas yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan
beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup
serta teratur. Penjas juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan
kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap baha kegiatan fisik merupakan
kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat.
2.
Keterampilan
Fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan
permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain merangsang perkembangan
gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai keterampilan. Pada
akhirnya keterampilan ini bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Terkuasainya
Prinsip-Prinsip Gerak
Penjas yang baik harus mampu
meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan
tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu keterampilan
dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh
gerakannya bisa lebih bermakna. Penjas pun bukan hanya bersifat fisik semata,
melainkan merambah pada peningkatan kemampuan olah pikir, seperti kemampuan
membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain
(empati).
4.
Kemampuan
Berfikir
Memang sulit diamati secara langsung
bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam Penjas dapat meningkatkan kemampuan
berfikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa Penjas yang
efektif mampu merangsang kemampuan berfikir dan daya analisis anak ketika
terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Dalam kegiatan Penjas banyak sekali
adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran
anak. Teknik gerakan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan
topik-topik yang mearik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan
variasi-variasi gerak juga bisa dijadkan rangsangan bagi anak untuk memikirkan
pemecahannya.
5.
Kepekaan
Rasa
Dalam hal olahraga, Penjas menempati
posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan anak-anak dalam
kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan
bergaul dalam lingkup sosial. Melalui Penjas, norma dan aturan juga dipelajari,
dihayati dan diamalkan. Sesungguhnya, bahwa kegiatan Penjas disebut sebagai
ajang nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar
seseorang dapat hidup berguna dan tidak hanya menyusahkan masyarakat.
Keterampilan yang dipelajari bukan hanya keterampilan-keterampilan gerak dan
fisik semata, melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti
berempati pada orang lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan
pada orang lain, mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi.
6.
Keterampilan
Sosial
Kecerdasan emosional atau
keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan pengendalian
diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan
kerugian sekecil mungkin. Penjas menyediakan pengalaman nyata untuk melatih
keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini
diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya.
7.
Kepercayaan
Diri dan Citra Diri (Self Esteem)
Melalui penjas kepercayaan diri dan
citra diri (self esteem) anak akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan
sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar
untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang
merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Cara membina citra
diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa” atau “saya
paling bagus”, tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasaan prilaku.
Disitulah penjas menyediakan pada anak untuk membuktikannya. Ketika anak-anak
berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya,
perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat
sesuatu. Kejadian demikian yang beulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa
dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terhentak menjadi kepercayaan diri
yang kuat.
B.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses manajemen, yang
dimulai dengan perencanaan/persiapan dan berakhir dengan pengendalian dimana
untuk memperoleh hasil yang baik keputusan itu harus mengikuti tahapan
tersistem dan terkendali.
Definisi lain dari pembuatan keputusan adalah memiliki arah
tindakan tertentu diantara berbagai alternative. Pembuatan keputusan penting
sekali dalam manajemen. Manajer yang efektif membuat ratusan keputusan setiap
hari. Banyak manajer bahkan membuat keputusan tanpa benar-benar memikirkannya.
a.
Model
Pembuatan Keputusan Rasional
Adapun model pembuatan keputusan
rasional menunjukan bahwa proses tersebut terdiri dari langkah-langkah
spesifik. Meskipun sekilas model ini tampak sangat teratur, implemetasi
sesungguhnya dari proses pembuatan keputusan tersebut sama sekali tidak
teratur. Proses pembuatan keputusan rasional tidak harus linear. Pada halnya
ini, adapun Langkah-langkah dalam pembuatan keputusan rasional adalah sebagai
berikut:
Ø Pengidentifikasian masalah
Agar lebih efektif dalam pengidentifikasian masalah, anda
hendaknya mengetahui kondisi yang meningkatkan kemungkinan tidak
teridentifikasinya masalah dan peluang dengan benar. Sebagian kondisi itu
adalah :
Ketika
anda “diberi” masalah yang sudah diidentifikasi, anda cenderung menerima
masalah tersebut sebagai masalah yang sudah teridentifikasi dan dirumuskan
bukannya melaksanakan identifikasi anda sendiri.
Ketika
solusi yang cepat diperlukan, anda cenderung menghabiskan sedikit waktu yang
anda miliki untuk pembuatan keputusan (bukan pada pengidentifikasian masalah
atau peluang).
Ketika
masalahnya bersifat emosional, anda dengan cepat menuju solusi tanpa meluangkan
cukup waktu untuk mengidentifikasi masalah.
Apabila
anda tidak mempunyai pengalaman mengidetifikasi masalah, anda cenderung untuk
tidak efektif.
Apabila
terdapat masalah yang kompleks, maka lebih sulit untuk menetukan apa masalahnya
karena banyaknya variable masalah tersebut.
Ø Pengembangan alternative
Untuk membuat keputusan yang baik, adalah penting untuk
menghasilkan arah tindakan alternative yang baik yang dipergunakan untuk membuat
pilihan yang baik. Sayang sekali, kita cenderung untuk memulai pencarian dengan
apa yang sudah diketahui dan bahkan kadang-kadang dengan apa yang sudah dicoba.
Maka pilihan yang mudah adalah meniru yang telah dilakukan pesaingnya.
Anda perlu menghasilkan gagasan sebanyak mungkin. Dengan
demikian anda akan memiliki daftar alternative bagus yang dapat dipilih. Ini
tidak berarti anda harus membiarkan mereka membuat keputusan, mereka hanya
memberi masukan kepada anda. Dan anda hendaknya terbuka pada masalah ini untuk
menghindari kesalahpahaman.
Ø Evaluasi alternative
Pengevaluasian alternatif meliputi pengukuran nilai-nilai
masing-masing alternatif. Penilaian alternative meliputi pengujian konsekuensi
(baik positif dan negatif). Pembuatan peringkat alternatif yang telah dianggap
dapat diterima. Pembuatan peringkat alternatif-alternatif dimungkinkan dengan
menggunakan keuntungan dan kerugian.
Anda harus mempertimbangkan apakah mereka yang bertanggungjawab menerapkanya atau mereka
yang akan dipengaruhinya akan menerima alternative tersebut atau tidak.
Evaluasi hendaknya ini meliputi penilaian resiko dan kerugian dari setiap arah
tindakan alternatif.
Kepastian adalah lingkungan pembuatan keputusan dimana anda
mengetahui segala sesuatu yang perlu anda ketahui. Pada dasarnya anda mempunyai
informasi yang sempurna. Anda juga mengetahui hasil yang mungkin.
Ø Seleksi alternative
Pemilihan solusi jarang sekali merupakan proses yang
langsung. Tahap yang sebenarnya adalah membuat pilihan inilah yang secara
tradisional dianggap sebagai pembuatan keputusan.
Ada
sejumlah masalah ketika dijumpai memilih alternatif. Dua diantara banyak
masalah yang ada adalah:
Masalah
muncul ketika tidak ada satupun alternatif yang memenuhi semua kriteria. Oleh
karena itu keputusan berikutnya adalah memulai lagi atau puas dengan alternatif
yang tidak memenuhi kriteria.
Dilemma
terjadi ketika memilih antara banyak alternatif yang dianggap diterima. Hal ini
bisa jadi manandai perlunya penyesuaian kriteria untuk mendapatkan gagasan yang
lebih jelas mengenai alternative yang baik.
Ø Implemetasi alternative
Setelah keputusan selesai dibuat, maka keputusan tersebut
harus dilaksanakan. Tapi itu tidaklah mudah, sering kali terjadi resistansi
dalam tahap ini. Demi implementasi yang efektif, anda harus peka terhadap
karyawan yang terkena dampak keputusan dan merencanakan strategi
implementasinya.
Kita harus memastikan bahwa semua orang tahu bagaimana dan
mengapa keputusan itu dibuat. Penting sekali untuk melibatkan merekayang
terkena dampak keputusan itu karena kurangnya komitmen akan mengakibatkan
implementasikan yang buruk.
Ø Evaluasi pilihan
Evaluasi adalah penilaian dari konsekuensi dari keputusan. Hasil-hasil
implementasi diobservasi. Semua konsekuensi positif dan negatif perlu
diketahui. Apabila tidak dilakukan evaluasi, maka tidak ada indikasi yang jelas
apakah sasaran sudah benar-benar dicapai. Apabila criteria tidak terpenuhi,
tindakan koreksi harus diambil.
b.
Klasifikasi
Jenis Keputusan
Herbert A. Simon (1980: 5-6) telah
mengembangkan klasifikasi jenis keputusan yang berbeda yaitu keputusan yang
diprogram (programmed decisions) dan keputusan yang tidak diprogram
(nonprogrammed decisions).
Ø Keputusan yang diprogram (Programmed
decisions)
Keputusan dapat diprogramkan sejauh keputusan tersebut berulang dan rutin serta telah dikembangkan
prosedur tertentu untuk menanganinya. Secara traisional keputusan yang di
program telah ditandatangani dengan norma, prosedur kerja yang baku, dan
struktur organisasi yang mengembangkan prosedur spesifik untu menanganinya.
Ø Keputusan yang tidak diprogram
(nonprogrammed decisions)
Suatu keputusan tidak diprogram manakala keputusan tersebut
baru dan tidak tersusun. Oleh karena keputusan tersebut memiliki karakteristik
demikian maka tidak ada prosedur yang pasti untuk menangani permasalahan.
Keputusan yang tidak diprogram harus diindentifikasi dengan tepat karena jenis
pengambilan keputusan seringkali memerlukan alokasi dana yang besar. Keputusan
yang tidak diprogram secara tradisional telah ditandatangani dengan proses pemecahan
umum, pertimbangan, intuisi, dan kreativitas. Namun, manajemen moderen belum
banyak kemajuan dalam meningkatkan pengambilan keputusan yang tidak di program
dibandingkan dengan kemajuan dalam pengambilan keputusan yang diprogram.
Perhatian utama manajemen puncak (top management) hendaknya dipusatkan pada
keputusan yang tidak di program. Manajemen hierark tengah (middle management)
memusatkan perhatian mereka sebagian besar pada keputusan yang diprogram,
meskipun dalam beberapa hal manajemen hierarki pertama (lower
management)memusatkan perhatian pada keputusan yang di program.
c.
Deskripsi
Mengenai Pengambilan Keputusan
Dua model pengambilan keputusan yang
sangat sering terdapat dalam suatu organisasi adalah model normatif dan model
deskriptif.
Ø Model normative yaitu sebuah
model pengambilan keputusan yang
memberikan kepada manajer sebagai pengambil keputusan mengenai bagaimana ia
harus mengambil sekelompok keputusan. Model normatif secara umum telah
dkembangkan oleh para ekonom dan ilmuwan manajemen. Salah satu contoh model
normatif dalam akutansi adalah mengenai penganggaran modal.
Ø Model deskriptif yaitu sebuah model
pengambilan keputusan yang berusaha untuk menjelaskan prilaku konkret dan
karena itu telah dikembangkan terutama oleh para ilmuwan prilaku.
d.
Kriteria untuk Pengambilan Keputusan
Pada model normatif kriteria untuk
menentukan satu diantara beberapa alternatif adalah memaksimumkan atas laba,
utilitas, nilai yang diharapkan, dan sejenisnya. Tujuan ini apabila dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif, dianggap sebagai fungsi objektif sebuah keputusan.
Pandangan alternatif pada kriteria
pengambilan keputusan adalah perumusan. Pandangan tersebut berasal dari model
prilaku deskriptif yang mengatakan bahwa manajer sebagai pengambil keputusan
tidak mengetahui seluruh alternatif dan harus mencarinya. Mereka tidak
sepenuhnya rasional atau menyeluruh dalam pencariannya. Mereka mengadakan
simplikasi atas faktor – faktor yang harus dipertimbangkan dan karena itu
mengurangi banyaknya hal yang harus dipertimbangkan.
C.
Kedudukan Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab:
al-taqdir; dalam bahasa Indonesia
berarti: penilaian. Asal katanya adalah value
dalam Babasa Arab adalh al-qimah
dan dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Dengan demikian secara
harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation = al-Taqdir al-Tarbawiy)
dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian dalam (bidang) pendidikan atau
penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Menurut Arifin (1988) evaluasi mengacu pada suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai sesuatu. Sedangkan menurut Witherington dalam Arifin
(1988) mengatakan bahwa ”an evaluation is a declaration that some things has or
does not have value”. Sehingga dalam hal ini evaluasi menentukan apakah sesuatu
itu mempunyai atau tidak mempunyai nilai.
Adapun tujuan Umum dari Evaluasi adalah
ini adalah:
Ø Mengumpulkan data-data yang
membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Ø Memungkinkan pendidik/guru menilai
aktivitas/pengalaman yang didapat.
Ø Menilai metode mengajar yang
dipergunakan
Adapun tujuan Khusus dari evaluasi
adalah:
Ø Merangsang kegiatan siswa
Ø Menemukan sebab-sebab
kemajuan/kegagalan
Ø Memberikan bimbingan yang sesuai
dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
Ø Memperoleh bahan laporan tentang
perkembangan siswa yang diperlakukan orang tua dan lembaga pendidikan.
a. Jenis-jenis Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Fungsi Evaluasi Formatif yaitu untuk memperbaiki proses
belajar mengajar kearah yang lebih baik, memperbaiki program satuan pelajaran
yang telah digunakan. Tujuannya adalah untuk mengetahui hingga dimana
penguasaan murid tentang bahan yang telah diajarkan dalam suatu program satuan
pelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu yang berkenaan dengan hasil kemajuan
belajar murid meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan penguasaan terhadap
bahan pelajaran yang telah disajikan. Waktu pelaksanaan yaitu setiap
pelaksanaan satuan program belajar mengajar
2. Evaluasi Sumatif
Fungsi Evaluasi Sumatif yaitu untuk menentukan angka nilai
murid setelah mengikuti program pengajaran dalam satu catur wulan, semester
akhir tahun atau akhir dari suatu program bahan pengajaran dari suatu unit
pendidikan. Dan untuk memperbaiki situasi proses beljar mengajar kearah yang
lebih baik serta untuk kepentingan penilaian selanjutanya. Tujuannya untuk
mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh murid setelah menyelesaikan
program bahan pengajaran dalam satu catur wulan, semester, akhir tahun atau
akhir suatu program bahan pengajaran pada suatu unit pendidikan tertentu. Aspek-aspek
yang dinilai adalah kemajuan belajar yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
sikap dan pengasaan murid tentang materi pelajaran yang sudah diberikan.
3. Evaluasi Placement (Penempatan)
Fungsi dari Evaluasi Placement adalah untuk mengetahui
keadaan anak termasuk keadaan seluruh pribadinya agar anak tersebut dapat
ditempatkan pada posisinys ysng tepat. Tujuannya yaitu untuk menempatkan anak
didik pada kedudukan yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan,
kesanggupan serta keadaan-keadaan lainnya, sehingga anak tidak mengalami
hambatan dalam mengikuti setiap program/bahan yang disajikan guru. Aspek-aspeknya
yaitu mengenai keadaan fisik, psikis, bakat, kemampuan/pengetahuan,
keterampilan sikap dan lain-lain serta aspek yang dianggap perlu bagi
kepentingan pendidikan nak selanjutnya. Penilaian ini sebaiknya dilaksanakan
sebelum anak mengikuti proses belajar mengajar yang permulaan atau anak
tersebut baru akan mengikuti pendidikan disuatu tingkat tertentu.
4. Evaluasi Diagnostik
Fungsi Evaluasi Diagnostik ini berfungsi untuk mengetahui
masalah-masalah apa yang diderita atau yang mengganggu anak didik, sehingga ia
mengalami kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti program tertentu
dan bagaimana usaha untuk memecahkannya. Tujuan dari evaluasi diagnostik ini
untuk mengatasi / membantu pemecahan kesulitan/hambatan yang dialami anak didik
waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar pada suatu bidang studi/keseluruhan
program pengajaran. Aspek-aspek dari evaluasi ini yaitu dari hasil belajar,
latar belakang kehidupan anak, keadaan keluarga lingkungan dan lain-lain. Pelaksanaannya
dapat dilaksanakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
b. Kedudukan Evaluasi Dalam Proses Pendidikan
Kedudukan evaluasi dalam belajar dari
pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian
yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan pembelajaran
tersebut telah mencapai tujuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan
diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan
pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-faktor apa saja yang menjadikan
penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu,
dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan belajar
dan pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang
tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara keseluruhan, karena
strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran menempatkan
evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem
instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya. Perhatikan
pula langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli berikut,
pasti kita akan tahu betapa tidak dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan
keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
D.
Prinsip Dasar Pelaksanaan serta Isu Evaluasi
Penjas
Evaluasi pada dasarnya merupakan upaya atau suatu proses yang
sistematis untuk melakukan pertimbangan nilai tentang sesuatu objek tertentu
(misalnya produk, kinerja, tujuan, proses, prosedur, program, pendekatan, dan
fungsi). Dalam evaluasi penjas, yang menjadi objeknya adalah proses dan hasil
pembelajaran penjas. Dalam konteks ini guru penjas melakukan evaluasi dengan
maksud untuk melihat apakah usaha yang dilakukan melalui proses pembelajaran
penjas telah mencapai tujuan yang diharapkan.
Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat mengolah sesuatu
dan calon siswa sebagai bahan mentah, maka dengan sendirinya lulusan yang
dihasilkan dapat disamakan dengan hasil olahan yang diharapkan siap pakai.
Istilah yang terkait dengan uraian singkat tersebut adalah input, transformasi,
dan output.
Input merupakan bahan mentah yang dimasukan ke dalam
transformasi. Dalam pendidikan, maka yang dimaksud bahan mentah adalah calon
siswa yang akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tingkat pendidikan
atau pembelajaran (kelas), maka calon siswa dievaluasi terlebih dahulu
kemampuannya. Melalui evaluasi tersebut, akan diketahui apakah kelak ia akan
mampu mengikuti pembelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan
pembelajaran yang diberikan kepadanya.
Transformasi, merupakan suatu mesin atau proses yang bertugas
mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Dalam pendidikan, maka yang dimaksud
dengan transformasi adalah sekolah dengan segala sistem pendidikan atau
pembelajaran yang diberlakukan. Bahan jadi yang diharapkan melalui pendidikan
adalah lulusan yang dihasilkan dan sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang
terkait dengan proses pembelajaran, baik terikat secara langsung maupun tidak
langsung. Faktor-faktor tersebut, antara lain meliputi: guru, bahan pelajaran,
metode dan alat pembelajaran, sistem administrasi serta evaluasi.
Output, merupakan bahan jadi yang dihasilkan melalui suatu
proses transformasi. Dalam bidang pendidikan, maka output yang dihasilkan
adalah lulusan yang dihasilkan oleh setiap jenjang penyelenggara pendidikan
(pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi).
Umpan balik (feed back), merupakan suatu informasi, baik yang
menyangkut output maupun proses transformasi, yang sangat diperlukan bagi
perbaikan kedua aspek tersebut. Lulusan (output) yang kurang berkualitas, akan
menggugah semua pihak yang terkait untuk mengambil tindakan konstruktif yang
berhubungan dengan penyebab timbulnya keadaan tersebut. Penyebab-penyebab
tersebut antara lain adalah input yang kurang baik kualitasnya, guru yang
kompetensi atau kualifikasinya rendah, bahan pelajaran yang kurang cocok,
metode dan alat pembelajaran yang tidak tepat, sistem administrasi serta alat
evaluasi yang kurang memenuhi persyaratan.
Oleh karena itu, untuk mengurangi berbagai isu dalam
melaksanakan evaluasi, baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran penjas di
sekolah, dan agar evaluasi dapat memenuhi fungsinya untuk meningkatkan mutu
proses belajar mengajar, maka pelaksanaan evaluasi seyoyanya mempertimbangkan
beberapa prinsip sebagai berikut:
Ø Evaluasi harus menyeluruh dan terpadu
meliputi banyak segi, seperti calon siswa, proses pembelajaran (transformasi) dan
lulusan yang dihasilkan.
Ø Evaluasi harus mencakup seluruh aspek
pendidikan sebagai sebuah system baik menyangkut raw input, instrumental input,
environmental input, proses tranformasi, maupun output secara terpadu. Karena
suatu proses dan hasil pembelajaran akan banyak dipengaruhi oleh berbagai
factor, komponen dan dimensi yang mengitarinya. Seperti dalam aspek rawinput,
karakteristik calon siswa pun turut mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran
penjas. Bagaimana kurikulum, materi, metode pembelajaran, dan fasilitas, sarana
dan parasarana yang digunakan juga turut mempengaruhi proses dan hasil
pembelajaran. Demikian pula halnya dengan aspek environmental input, seperti
lingkungan keluarga yang mendukung atau tidak, lingkungan social budaya
setempat, agama, dan bahkan politik pun turut mempengaruhi proses dan hasil
pembelajaran penjas.
Ø Proses pengumpulan Data Dilakukan
Melalui Kerjasama Secara Alami. Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan
memotivasi siswa, hindarkanlah penggunaan standar yang baku atau perbandingan
dengan teman. Sebagai penggantinya, lakukanlah kerjasama antara guru dengan
siswa secara individu untuk mendiskusikan tujuan belajar yang ingin dicapai.
Bimbinglah dan doronglah siswa untuk menentukan tujuan-tujuan yang maksimal,
akan tetapi realistic, sesuai dengan tingkat kemampuannya. Para siswa akan
lebih menjadi termotivasi untuk melakukan tes serta tekun belajar dengan baik
manakala mereka bekerja sama dengan gurunya.
Ø Proses Pengumpulan Data dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Lutan Rusli. 2001. Mengajar
Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak Di Sekolah Dasar. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional DIJDASMEN.
Ø Mahedra Agus. 2009. Asas dan Falsafah
Pendidikan Jasmani.Bandung. Progran Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan
Rekreasi, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan
Indonesia.
Ø Svoboda, B. and R Richtecky, Eds.
1995. Physical Activity for Life:
Compaarative Physical Education and Sport. Vol. 9 Aachen, Ger: Meyer and Meyer.
Ø Freeman H. William . 2001. Physical
Education and Sport INA Changing Society. United States of America. Sixth Edition. Campbell University.
Ø Herjanto Eddy. 2001. Manajemenn
Operasi Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama
Ø Sule Ernie Tisnawati. 2005.Pengantar
Manajemen Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media
Ø Siswanto H. B. 2005. Pengantar
Manajemen. Bandung : PT. Bumi Aksara
Ø http://juniarari.blogspot.com/2011/11/makalah-kedudukan-evaluasi-dalam-proses.html,
diakses pada hari sabtu 04 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar